Allah menerangkan bahwa apa yang ada di langit dan di bumi bertasbih menyucikan-Nya. Ini berarti bahwa apa yang ada di langit dan di bumi menunjukkan kesucian dan kesempurnaan Allah serta semua makhluk itu tunduk dan menyerah kepada-Nya. Dialah Maharaja yang berwenang berbuat sesuai dengan kehendak-Nya terhadap semua yang ada, berhak dipuji atas penciptaan-Nya, karena Dia sumber segala kebaikan. Allah Mahakuasa atas segala sesuatu, apa yang dikehendaki-Nya pasti berwujud dan menjadi kenyataan tanpa ada yang dapat menghalangi-Nya. Sedangkan terhadap apa yang tidak dikehendaki-Nya, hal itu tidak akan ada.
Ayat ini menerangkan bahwa Allahlah yang menciptakan semua yang ada menurut kehendak-Nya. Allah berfirman: Allah pencipta segala sesuatu dan Dia Maha Pemelihara atas segala sesuatu. (az-Zumar/39: 62) Pada dasarnya manusia ketika dilahirkan dalam keadaan fitrah, tetapi sebagian dari manusia itu memilih kekafiran yang bertentangan dengan fitrahnya dan sebahagian lagi memilih iman sesuai dengan tuntutan fitrahnya, sebagaimana sabda Nabi saw: Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (Islam). Maka kedua orang tualah yang akan menjadikannya seorang Yahudi, Nasrani, atau Majusi. (Riwayat al-Bukhari dan Muslim) Andaikata manusia itu mau memikirkan kejadiannya dan kejadian yang ada di alam raya ini, pasti cukup menjadi jaminan bagi manusia untuk kembali kepada yang hak dengan memilih iman, dan mensyukuri nikmat yang telah dianugerahkan kepadanya. Akan tetapi, manusia itu tidak sadar dan insaf atas semuanya itu, sehingga terjadilah perpecahan, mengingkari Tuhan yang menciptakannya, serta nikmat-nikmat yang telah dianugerahkan kepadanya. Selayaknya manusia itu menginsafi bahwa Allah melihat segala yang dikerjakannya, dan di akhirat nanti dia akan diberi balasan terhadap semua itu. Yang baik dibalas dengan surga, sedangkan yang jahat dibalas dengan siksaan dan dimasukkan ke dalam neraka Jahanam, sejahat-jahat tempat kediaman, sebagaimana Allah berfirman: Sungguh, Jahanam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman. (al-Furqan/25: 66)
Ayat ini menerangkan bahwa Allah menciptakan langit dan bumi dengan tujuan yang benar, penuh kebijaksanaan, dan menjamin kebahagiaan makhluknya di dunia dan akhirat. Dia pulalah yang menjadikan manusia dalam bentuk yang sebagus-bagusnya, berbeda dengan makhluk yang lain. Manusia akan mempertanggungjawabkan segala perbuatannya di dunia lalu mendapat balasan yang setimpal, Allah berfirman: Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. (at-Tin/95: 4) Dalam ayat lain Allah berfirman: Dan takutlah pada hari (ketika) kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian setiap orang diberi balasan yang sempurna sesuai dengan apa yang telah dilakukannya, dan mereka tidak dizalimi (dirugikan). (al-Baqarah/2: 281) Penjelasan mengenai penciptaan dengan tujuan yang benar dapat dilihat pada uraian mengenai hal yang sama pada Surah ad-Dukhan/44: 38-39 dan sad/38: 27.
Ayat ini menyatakan bahwa Allah Maha Mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi. Tidak satu pun yang tersembunyi bagi-Nya. Dialah yang mengatur yang ada sesuai dengan ilmu-Nya yang luas dan kekuasaan-Nya yang mencakup dan meliputi segala sesuatu menurut kehendak-Nya, sebagaimana Allah berfirman: Sesungguhnya urusan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu Dia hanya berkata kepadanya, "Jadilah!" Maka jadilah sesuatu itu. (Yasin/36: 82) Allah mengetahui segala sesuatu, baik yang dirahasiakan apalagi yang tampak nyata. Maka seyogyanya manusia berbuat sesuai dengan apa yang digariskan agama Allah yang dibawa junjungan kita Nabi Muhammad saw yaitu agama Islam, untuk mendapat rida-Nya, memperoleh pahala yang berlipat-ganda, dan berbahagia di dunia dan akhirat. Ayat ke-4 ini ditutup dengan satu ketegasan bahwa Allah itu Maha Mengetahui segala isi hati, tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi bagi-Nya. Firman Allah: Sungguh, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (al-'Ankabut/29: 62) Dalam ayat lain Allah berfirman: Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala isi hati. (Luqman/31: 23)
Orang-orang munafik itu apabila diajak mendatangi Rasulullah saw agar beliau memintakan ampunan kepada Allah atas dosa-dosa yang telah diperbuat, mereka itu menolak mentah-mentah ajakan itu. Mereka memalingkan mukanya dengan gaya yang menunjukkan keangkuhan dan kesombongan. Hal ini disebutkan pula dalam firman Allah: Dan apabila dikatakan kepada mereka, "Marilah (patuh) kepada apa yang telah diturunkan Allah dan (patuh) kepada Rasul," (niscaya) engkau (Muhammad) melihat orang munafik menghalangi dengan keras darimu. (an-Nisa'/4: 61)
Allah memperingatkan orang-orang musyrik penduduk Mekah tentang kejadian-kejadian yang telah dialami oleh orang-orang yang mengingkari para rasul sebelum mereka, seperti kaum Nuh, kaum Hud, kaum Saleh, dan lainnya. Kepada mereka telah ditimpakan berbagai azab dan siksa yang bermacam-macam bentuknya. Ada yang berupa banjir yang menenggelamkan dan merusak apa yang ada di atas bumi, ada yang berupa angin topan yang menerbangkan dan menghancurkan bangunan-bangunan tempat tinggal mereka, dan lain sebagainya. (6) Allah menerangkan bahwa sebab-sebab ditimpakan berbagai azab kepada umat terdahulu itu ialah karena kecerobohan mereka mendustakan para rasul sesudah mereka diberi keterangan yang jelas, dan diperlihatkan mukjizat-mukjizat nyata. Mereka berkata, "Satu hal yang ajaib bahwa orang yang akan memberi petunjuk kepada kami ialah manusia biasa yang tidak mempunyai sedikit pun kelebihan dari kami. Ia tidak mempunyai pikiran lebih unggul dari kami, dan tidak memiliki kekuatan dan kekuasaan untuk menundukkan kami." Dalam ayat yang lain Allah berfirman: Maka mereka berkata, "Bagaimana kita akan mengikuti seorang manusia (biasa) di antara kita?" (al-Qamar/54: 24) Mereka tidak mengetahui bahwa para nabi dan rasul itu adalah orang-orang yang telah dipilih Allah menurut kehendak-Nya, sebagaimana diterangkan dalam firman-Nya: Allah lebih mengetahui di mana Dia menempatkan tugas kerasulan-Nya. (al-An'am/6: 124) Setelah keingkaran mereka berkepanjangan dan pembangkangan mereka berlarut-larut, maka Allah membinasakan mereka. Allah tidak memerlukan mereka serta tidak mempunyai kepentingan sedikit pun kepada mereka. Dia Mahakuasa, tidak mempunyai keperluan sedikit pun kepada sesuatu, Maha Terpuji atas segala nikmat yang telah ditetapkan kepada makhluk-Nya.
Dalam ayat ini, Allah menerangkan bahwa orang musyrik beranggapan tidak akan ada hari kebangkitan, hari perhitungan, dan hari pembalasan. Anggapan mereka ini diungkapkan juga dalam ayat yang berbunyi: Apabila kami telah menjadi tanah, apakah kami akan (dikembalikan) menjadi makhluk yang baru? (ar-Ra'd/13: 5) Firman Allah: Siapakah yang dapat menghidupkan tulang-belulang, yang telah hancur luluh? (Yasin/36: 78) Anggapan orang musyrik yang salah itu ditolak Allah dengan tegas. Allah menyatakan bahwa hari kebangkitan dan hari pembalasan itu pasti ada, dan semua manusia dihidupkan kembali pada hari itu. Lalu diberitakan semua yang pernah mereka perbuat di dunia sampai kepada yang sekecil-kecilnya untuk dihisab dan diberi balasan. Yang demikian ini bagi Allah sangat mudah dan tidak ada kesulitan sama sekali. Firman Allah: Katakanlah (Muhammad), "Yang akan menghidupkannya ialah (Allah) yang menciptakannya pertama kali. Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk. (Yasin/36:79) Dalam ayat yang lain Allah berfirman: Dan orang-orang yang kafir berkata, "Hari Kiamat itu tidak akan datang kepada kami." Katakanlah, "Pasti datang, demi Tuhanku yang mengetahui yang gaib, Kiamat itu pasti akan datang kepadamu. (Saba'/34: 3)
Dalam ayat ini, Allah memerintahkan orang-orang musyrik, sesudah ditegaskan bahwa hari kebangkitan itu pasti ada, agar beriman kepada-Nya, Rasul-Nya, dan cahaya Al-Qur'an yang telah diturunkan-Nya, yang akan memberi petunjuk dan membimbing manusia ke jalan yang benar. Amal perbuatan mereka itu tidak ada yang tersembunyi bagi Allah. Semua diketahui-Nya dan akan dibalas pada hari kebangkitan nanti, yang baik maupun yang buruk.
Dalam ayat ini, Allah menjelaskan bahwa pada hari Kiamat nanti Dia akan mengumpulkan orang-orang terdahulu dan yang datang kemudian di suatu lapangan, sebagaimana firman-Nya: Itulah hari ketika semua manusia dikumpulkan (untuk dihisab), dan itulah hari yang disaksikan (oleh semua makhluk). (Hud/11: 103) Firman Allah dalam ayat lain: Katakanlah, "(Ya), sesungguhnya orang-orang yang terdahulu dan yang kemudian, pasti semua akan dikumpulkan pada waktu tertentu, pada hari yang sudah dimaklumi." (al-Waqi'ah/56: 49-50) Pada hari itulah nanti akan diteliti dan dibalas amal yang telah dilakukan setiap manusia di dunia ini. Semua amal, baik berupa kesalahan atau kebenaran, akan terungkap pada hari itu. Hari itulah yang dinamakan hari "tagabun". Orang-orang kafir yang telah menukar kehidupan akhirat dengan dunia yakni memilih kelezatan dunia dari kenikmatan akhirat, akan merugi dan tidak memperoleh keuntungan sedikit pun. Sedangkan orang-orang mukmin yang telah mengorbankan dirinya untuk memperoleh surga, mereka itulah yang beruntung dan tak akan merugi sedikit pun. Dalam sebuah hadis diriwayatkan: Tidak seseorang masuk surga melainkan diperlihatkan kepadanya tempat (yang pernah disediakan baginya) di neraka, seandainya ia berbuat keburukan agar menambah kesyukuran. Dan tidaklah seseorang masuk neraka melainkan diperlihatkan kepadanya tempat (yang pernah disediakan baginya) di surga, seandainya ia berbuat kebaikan agar penyesalannya bertambah. (Riwayat Ahmad dan al-Bukhari dari Abu Hurairah) Orang-orang yang percaya kepada Allah dan taat kepada perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya, niscaya dihapus semua kesalahan dan dosanya, serta diampuni dan dimasukkan ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya, tidak akan mati, dan tidak akan keluar dari sana. Yang demikian itu adalah satu keuntungan dan kebahagiaan yang tiada taranya, karena telah terhindar dari kebinasaan dan kehancuran. Allah berfirman dalam ayat lain: Tetapi barang siapa datang kepada-Nya dalam keadaan beriman, dan telah mengerjakan kebajikan, maka mereka itulah orang yang memperoleh derajat yang tinggi (mulia), (yaitu) surga-surga 'Adn, yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Itulah balasan bagi orang yang menyucikan diri. (thaha/20: 75-76)
Dalam ayat ini, Allah menerangkan bahwa orang-orang yang mengingkari keesaan-Nya, dan mendustakan ayat-ayat Al-Qur'an yang telah diturunkan kepada Nabi Muhammad, adalah penghuni neraka. Mereka akan tinggal kekal di dalamnya, sebagaimana Allah berfirman: Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. (al-Baqarah/2: 39) Dalam ayat yang lain Allah berfirman: Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itu penghuni neraka. (al-Ma'idah/5: 10) Alangkah ruginya penghuni neraka karena tempat itu adalah seburuk-buruk tempat kembali, dan sejahat-jahat tempat tinggal, sebagaimana Allah berfirman: Sungguh, Jahanam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman. (al-Furqan/25: 66)
Allah menerangkan bahwa apa yang menimpa manusia, baik yang merupakan kenikmatan dunia maupun yang berupa siksa adalah qadha' dan qadar, sesuai dengan kehendak Allah yang telah ditetapkan di muka bumi. Dalam berusaha keras, manusia hendaknya tidak menyesal dan merasa kecewa apabila menemui hal-hal yang tidak sesuai dengan usaha dan keinginannya. Hal itu di luar kemampuannya, karena ketentuan Allah-lah yang akan berlaku dan menjadi kenyataan. Sebagaimana firman-Nya: Katakanlah (Muhammad), "Tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah bagi kami." (at-Taubah/9: 51) Allah memberi petunjuk kepada orang yang beriman untuk melapangkan dadanya, menerima dengan segala senang hati apa yang terjadi pada dirinya, baik sesuai dengan yang diinginkan, maupun yang tidak, karena ia yakin bahwa kesemuanya itu dari Allah. Ibnu Abbas menafsirkan bahwa Allah memberikan kepada orang mukmin dalam hatinya suatu keyakinan. Begitu pula ketika seseorang ditimpa musibah, ia mengatakan inna lillahi wa inna ilaihi raji'un, hal itu karena iman yang menyebabkan sabar dan akhirnya musibah itu ringan baginya.
Allah memerintahkan agar manusia taat kepada-Nya dan rasul-Nya dengan melaksanakan perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya. Manakala mereka itu tetap tidak menaati dan patuh, ketahuilah bahwa tugas Rasulullah hanyalah sekedar menyampaikan apa yang menjadi tugas dan kewajibannya, sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah: Jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa kewajiban rasul Kami hanyalah menyampaikan (amanat) dengan jelas. (al-Ma'idah/5: 92)
Allah menjelaskan bahwa Dialah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada Tuhan selain Dia. Maka hendaklah kita semua mengesakan-Nya, berbakti kepada-Nya dengan ikhlas, dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun, sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya: (Dialah) Tuhan timur dan barat, tidak ada tuhan selain Dia, maka jadikanlah Dia sebagai pelindung. (al-Muzzammil/73: 9) Dan dijelaskan pula dalam ayat lain: Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. (an-Nisa'/4: 36) Karena Allah adalah Maha Pencipta dan Maha Pemberi rezeki. Kepada Allah-lah orang-orang mukmin itu hendaknya bertawakal. Firman Allah: Dan bertawakallah kamu hanya kepada Allah, jika kamu orang-orang beriman. (al-Ma'idah/5: 23)
Allah menjelaskan bahwa ada di antara istri-istri dan anak-anak yang menjadi musuh bagi suami dan orang tuanya yang mencegah mereka berbuat baik dan mendekatkan diri kepada Allah, menghalangi mereka beramal saleh yang berguna bagi akhirat mereka. Bahkan adakalanya menjerumuskan mereka kepada perbuatan maksiat, perbuatan haram yang dilarang oleh agama. Karena rasa cinta dan sayang kepada istri dan anaknya, agar keduanya hidup mewah dan senang, seorang suami atau ayah tidak segan berbuat yang dilarang agama, seperti korupsi dan lainnya. Oleh karena itu, ia harus berhati-hati, dan sabar menghadapi anak istrinya. Mereka perlu dibimbing, tidak terlalu ditekan, sebaiknya dimaafkan dan tidak dimarahi, tetapi diampuni. Allah sendiri pun Maha Pengampun, lagi Maha Penyayang, sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya: Tetapi jika kamu bersabar, itu lebih baik bagimu. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (an-Nisa'/4: 25)
Allah menerangkan bahwa cinta terhadap harta dan anak adalah cobaan. Jika tidak berhati-hati, akan mendatangkan bencana. Tidak sedikit orang, karena cintanya yang berlebihan kepada harta dan anaknya, berani berbuat yang bukan-bukan dan melanggar ketentuan agama. Dalam ayat ini, harta didahulukan dari anak karena ujian dan bencana harta itu lebih besar, sebagaimana firman Allah: Sekali-kali tidak! Sungguh, manusia itu benar-benar melampaui batas, apabila melihat dirinya serba cukup. (al-'Alaq/96: 6-7) Dijelaskan pula dalam sabda Nabi saw. Sesungguhnya bagi tiap-tiap umat ada cobaan dan sesungguhnya cobaan umatku (yang berat) ialah harta, (Riwayat Ahmad, at-Tirmidhi, ath-thabrani, dan al-hakim, dari Ka'ab bin 'Iyadh) Kalau manusia dapat menahan diri, tidak akan berlebihan cintanya kepada harta dan anaknya, jika cintanya kepada Allah lebih besar daripada cintanya kepada yang lain, maka ia akan mendapat pahala yang besar dan berlipat ganda.
Allah memerintahkan agar manusia yang mempunyai harta, anak, dan istri bertakwa kepada-Nya sekuat tenaga dan kemampuannya, sebagaimana dijelaskan oleh sabda Nabi saw: Apabila saya perintahkan kamu dengan sesuatu maka laksanakanlah dengan maksimal dan apa yang saya larang melakukannya, maka jauhilah ia. (Riwayat al-Bukhari dari Abu Hurairah) Dalam firman Allah juga dijelaskan: Bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim. (Ali 'Imran/3: 102) Selanjutnya Allah memerintahkan orang-orang beriman agar mendengar dan patuh kepada perintah Allah dan rasul-Nya. Tidak terpengaruh oleh keadaan sekelilingnya, sehingga melanggar apa yang dilarang agama. Harta benda agar dibelanjakan untuk meringankan penderitaan fakir miskin, menolong orang-orang yang memerlukan pertolongan, dan untuk membantu berbagai kegiatan yang berguna bagi umat dan agama, yang membawa kebahagiaan dunia dan akhirat. Yang demikian itu jauh lebih baik daripada menumpuk harta dan memanjakan anak. Ayat ke-16 ini ditutup dengan satu penegasan bahwa orang yang menjauhi kebakhilan dan ketamakan pada harta adalah orang yang beruntung. Ia akan mencapai keinginannya di dunia dan akhirat, serta disenangi oleh teman-temannya. Di akhirat nanti, ia sangat berbahagia karena dekat dengan Tuhannya, disenangi, diridai, dan dimasukkan ke dalam surga.
Allah menerangkan bahwa orang yang meminjamkan kepada-Nya dengan pinjaman yang baik sewaktu di dunia yakni membelanjakan harta-bendanya di jalan yang diridai-Nya, mendekatkan diri kepada-Nya dengan ikhlas dan hati yang lega, akan dilipatgandakan pahalanya. Satu kebaikan akan dibalas dengan sepuluh sampai tujuh ratus pahala. Bahkan akan dilipatgandakan lebih dari itu, sesuai dengan keikhlasannya yang mantap di dalam hati, sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah: Barang siapa meminjami Allah dengan pinjaman yang baik maka Allah melipatgandakan ganti kepadanya dengan banyak. (al-Baqarah/2: 245) Selain daripada itu, dosanya pun akan diampuni Allah. Dia Maha Pembalas jasa, melipatgandakan pahala bagi orang yang taat kepada-Nya, lagi Maha Penyantun. Allah tidak menyegerakan azab kepada orang yang berdosa, meskipun dosa dan kesalahannya bertumpuk.
Ayat ini menjelaskan bahwa Allah Maha Mengetahui yang gaib apalagi yang tampak. Apa saja yang dikerjakan oleh manusia, semuanya tercatat dan tersimpan di sisi-Nya. Tidak satu pun yang luput sekalipun sebesar biji sawi, sebagaimana dijelaskan oleh Allah dengan firman-Nya: Kitab apakah ini, tidak ada yang tertinggal, yang kecil dan yang besar melainkan tercatat semuanya," (al-Kahf/18: 49) Ayat di atas mendorong manusia untuk berinfak, karena segala perbuatan pasti terlihat oleh Allah dan dibalas dengan berlipat ganda. Amal yang tercatat dalam kitab seseorang akan dibalas oleh Allah dengan sangat teliti. Yang baik dibalas dengan baik yaitu surga, dan yang jahat dibalas dengan siksa di dalam neraka. Dia itu Mahaperkasa dan Mahakuasa. Semua kehendak-Nya terwujud menjadi kenyataan, Mahabijaksana mengatur ciptaan-Nya, memberikan apa yang baik kepada siapa yang dikehendaki-Nya.